Sahabat saat ini aku berada di tanah suci mekkah, dua kali sudah aku menginjakkan kaki ku di tanah suci ini. Namun yang kedua ini betapa lebih membuat aku sadar dari setiap akhlak kurang baik yang pernah aku torehkan dalam keluargaku tercinta, terlebih kepada dinda madu ku.
Layaknya sebagai perempuan normal, terkadang terbersit dalam hati rasa ketidaksukaan dan ketidaknyamanan ketika sang suami tercinta meminta untuk ta'addud, namun betapa aku juga mendamba menjadi istri yang sami'na wa atha'na kepada Allah, Rasulullah dan suami.
Jadi apakah ini suatu keterpaksaan sebab agama hingga aku mengizinkan suamiku menikah lagi dengan pilihan dia sendiri, aku tidak tahu. Wanita yang mau dinikahi suami ku adalah seorang gadis berusia 25 tahun, suamiku sendiri berusia 35 tahun dan aku, umurku 34 tahun.
Awal-awal suamiku kenal dengan gadis ini adalah dari jejaring facebook, suamiku merasa cocok dengan gadis ini, karena tidak ingin berlarut-larut dalam gelimang dosa yang terbalut dengan saling mengajak beramar ma'ruf maka dengan santun nya suamiku meminta izin aku untuk menikah dengan gadis ini.
Berhari-hari aku belajar menata hati, menyiapkan perasaan dengan sebaik-baiknya untuk menerima permintaan suamiku yang sungguh meremukkan hati.
Namun sekali lagi aku benar-benar mencintai suamiku tidak mungkin aku membiarkan suamiku terus larut dalam rasa bersalahnya karena telah hendak mengakhiri kesalahan itu dengan jalan syar'i yaitu menikahi gadis itu.
Lihatlah suamiku betapa bijiksananya memiliki pemikiran seperti ini, itu berarti suamiku adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab atas segala perbuatan yang Ia lakukan.
Dan akhirnya akupun mengizinkan suamiku menikahi gadis itu dengan penuh kesedihan yang menghujam uluh hati, apakah aku tidak ikhlas? apakah aku tidak ridha dengan suamiku menikah lagi?
Percuma bahas ini, toh aku tidak bisa membiarkan suamiku dalam kekalutan berkecimpung kemaksiatan.
Alhamdulillah, istri yang dipilih suamiku ternyata dia adalah seorang wanita yang berakhlak baik.
Cara pakaian dia yang syar'i, cara tutur bicara dia yang sopan, sungguh benar-benar tidak salah suamiku memilih matsna. Aku biasa memanggil dia dinda dan dia biasa memenggil aku yunda.
Betapa kami berdua sangat akrab layaknya kakak beradik, dia juga sungguh perhatian kepada ke dua anak ku, tapi astagfirullah syaitan apa dulu yang nyangkut dalah hatiku, tidak sedikitpun rasa suka itu terbersit dalam hatiku, kebaikan nya tak mampu mengalahkan rasa benci dan perih ku, hatiku berontak untuk memiliki madu.
Dua tahun pernikahan maduku dan suamiku belum juga dikaruniyai anak, sementara akupun juga tidak ada harapan lagi untuk mengandung.
Maka aku mencari cara bagaimana aku bisa membalas sakit hatiku ini. Akhirnya ide itu muncul juga. Dalam sebuah majlis ta'lim dimana biasa aku kajian dengan suami dan maduku, ada seorang akhwat yang masih gadis namanya Lirna.
Lirna ini sangat kagum sekali melihat keakraban kita bertiga, usia dia masih 20 tahun, dia juga tergolong dari keluarga yang kurang mampu, maka aku mendesak suamiku agar mau menikahi Lirna ini.
Aku berhujjah agar bisa membantu perekonomian keluarga dia. Sebetulnya suamiku enggan untuk menikah lagi, dua sudah cukup baginya, tapi aku terus memaksa suami ku untuk menikahi Lirna ini. Dari dulu suamiku tidak pernah menolak apa-apa yang aku minta, dan waktu itupun ketika aku meminta suami ku untuk menikahi Lirna, dia juga mengabulkan meski aku harus menunggu beberapa bulan.
Betapa aku sangat yakin kalau dinda maduku akan juga merasakan sakit yang sama persis dengan yang aku alami semasa dulu ketika suamiku menikahi dia, inilah yang aku inginkan yaitu membalas sakitku.
Ideku berjalan dengan lancar, suami sudah mau mengabulkan permintaanku, dan keluarga Lirna juga setuju. Aku meminta agar suami tidak memberitahukan perihal ini kepada maduku, aku sendiri yang akan memberitahunya, dengan beralasan agar aku dan maduku semakin akrab.
Ketika hari ijab qabul akan berlangsung aku melihat wajah maduku yang penuh dengan tanda tanya besar, aku juga melihat kebingungan yang menyelimuti dirinya, mungkin dia tidak berani tanya sama orang lain tentang berita yang sudah beredar di kampung kami,bahwa suami kami akan menikah lagi.
Dengan perasaan gundah dia beranikan diri bertanya kepada ku, apakah benar suami kami akan menikah lagi, dan aku jawab ya. Remuk sudah hati maduku ini, tanpa sebelumnya diberitahu, air mata itu telah menggenang di pelupuk matanya, mungkin dia merasa sangat terhina. Dan ini yang ku inginkan, yaaa balas dendam ku telah terpenuhi.
"Barakallahuu lakumaa wabarah 'alaikuma wajama'aa bainakumaa fii khair, abi, dek Lirna semoga menjadi pernikahan yang sakinah mawaddah warahmah, Amin Ya Rabb," kata-kata ini yang muncul dari mulut maduku. Senyum di bibirnya menambah keindahan wajahnya, gemulai cara dia berjalan seperti tiada rasa benci, madu ku ridha dengan pernikahan suami.
Seharusnya aku banyak berteladan pada maduku, tentang keikhlasan dan kesabaran. Tapi tidak, waktu itu, aku benar-benar benci dia, dan benci ini selalu aku tutupi. Malam itu ketika acara resepsi pernikahan suamiku dengan dek Lirna selesai dan juga para tamu undangan sudah pulang.
Maduku dinda menghampiri aku, memberitahu bahwa bapak nya meninggal dunia, dengan lembut aku berkata. "Dinda malam ini adalah malam bahagia Abi dengan madu kita dek Lirna, tegakah kita akan merusak malam yang indah ini bagi mereka, dinda sabar ya... tunggu sampai tiga hari, nanti kita sama-sama kasih tahu Abi, sabar ya, semoga Allah meridhai segala amal perbuatan semasa hidup bapak . Amin ya Rabb."
Hah, betapa aku sangat bahagia, ketika melihat air mata menetes dari pelupuk mata maduku itu, aku tahu hatinya sangat pedih melihat suami yang nikah lagi tanpa pemberitahuan terlebih dulu, dan kini bapaknya meninggal dunia, sementara dia tidak bisa melihat jenazah nya. lengkap sudah kebahagiaan malam itu, aku sangat puas menyakiti maduku.
Namun... Ketawadhu'an dan kesabaran itu selalu bersama maduku dinda, di antara istri-istri suamiku hanya maduku dinda ini yang sibuk mengurus rumah tangga kami, seperti bersih-bersih rumah, nyuci baju, pokoknya sama persis dengan seorang pembantu, hanya saja dia tidak pandai memasak seperti aku dan maduku dek Lirna.
Suamiku sepertinya juga tidak seperduli dulu sama dia, hmmmm betapa aku adalah wanita yang beruntung bisa mengambil simpati suamiku.
Mungkin jika aku sudah jadi dia, alangkah malang nasibku jadi istri kedua yang sudah tidak diperdulikan lagi sama suami, pastilah sangat kesepian, tidak ada anak yang menemani dalam kesendiriaan, namun sekali lagi dia adalah matsna yang shalihah, dia tidak mengukur kesepian itu sebab ketidak pedulian suami, kesendirian sebab tidak ada momongan, dia cukup bahagia bisa menjadi istri yang patuh sama suami, membantu aku momong anak-anak ku dan ridha atas perlakuan suami, baginya sudah lebih dari cukup.
Aku tahu persis kesedihan itu menyemburat di balik wajah maduku dinda, terlebih ketika dek Lirna madu kita mengabarkan ada janin dalam kandungan nya, sebulan kemudian dalam rahimku pun ada janin juga, subhanallah aku hamil, alangkah bahagianya kami, aku dan maduku dek Lirna. Saat itu kami berempat kumpul dalam rumah ku.
Abi ingin mengajak dua istrinya untuk mengunjungi tanah suci mekkah, maka undian pun dilaksanakan, dengan melipat kertas yang di dalam sudah tertera nama kita bertiga, aku, maduku dinda, dan maduku dek Lirna.
Ketiga lipatan kertas itu kami masukkan kedalam botol lalu kita kocok, dan mengeluarkan dua kertas dari dalam nya. Kemudian kami buka lipatan kedua kertas itu, ada namaku dan nama maduku dinda.
"Aku nyidam, pingin ketanah suci," ucap maduku dek Lirna
"Kalau begitu dek Lirna aja yang berangkat,biar aku yang dirumah ngurus anak-anak" jawab maduku dinda.
"Dinda... kan yang keluar nama dinda?" bantahku.
"Yunda, gak apa-apa, kasian janin dek lirna. Semoga janin yunda dan dek Lirna kelak nanti jadi anak shalih atau shalihah yang patuh kepada kedua orang tuanya dan agamanya, Aamiin Ya Rabb."
Aku masih ingat senyum itu terus mengembang di antara bibir maduku dinda, tulus nya kata-kata yang Ia ucapkan, menyejukkan jiwaku hingga rasa iba mulai menyergap relung hatiku.
Akhirnya Aku, Abi dan madu ku dek Lirnah lah yang berangkat ke tanah suci.
Di tanah suci wajah maduku dinda seperti hantu yang terus membuntutiku, selama ini aku menjadi madu yang terjahat bagi dirinya, aku tidak bisa menjadi penopang yang membuat dia nyaman, selalu saja kusakiti hatinya, Sungguh hatinya penuh dengan goresan-goresan luka yang menyayat, sekali lagi dia tidak pernah membalas, dia hanya diam, diam dan diam.
Apalagi akhir-akhir ini suami juga jarang sekali memperhatikan maduku dinda.
Apakah dia protes dengan kelakuan kami? tidak sahabat! maduku adalah seorang wanita yang shalihah yang selalu membawa kemaslahatan bagi keluarga kami.
Maduku dinda, kurus badan nya tidak seperti aku dan maduku dek lirna,mungkin terlalu banyak melakukan pekerjaan rumah sementara dia rajin puasa sunnah.
Asal kalian tahu, nafkah yang diberikan suami itu separuh nya untuk aku dan maduku dek Lirna, maduku dinda selalu bilang uang nya lebih dari cukup sebab kebutuhan tidak banyak, tidak ada anak, belum lagi dia juga dapat bayaran dari mengajar dimajlis ta'lim kami. Aku dan maduku dek lirna bahagia menerima uang nafkah itu.
Waktu itu ketika kami pulang dari tanah suci, aku dapat kabar kalau ibu maduku dinda wafat.
Aku menyarankan agar dinda maduku mengabarkan hal ini pada suami, supaya kita bisa bareng-bareng ta'ziyah, namun dinda maduku tidak mau, dia bilang, "Setiap yang bernyawa pasti akan mati."
"Hari ini adalah hari istimewa kalian bertiga, pasti kalian sangat bahagia, dan lagi pula kalian juga capek, tidak mungkin aku mengabarkan hari duka keluargaku di hari bahagia ini, cukup do'a yang akan menyertai perjalanan ibu ku ke alam keabadian."
Aku nangis mendengar jawaban dinda maduku yang sungguh tegar itu.
Saat itu ketika maduku dek Lirna melahirkan disusul kemudian aku juga melahirkan, wahhh dinda maduku sangat sibuk sekali mondar-mandir kesana -kemari, memenuhi setiap kebutuhan kami, juga membersihkan apa-apa yang kotor di rumah kami, betapa capeknya aku membayangkan, belum lagi dia juga harus mengajar.
Saat badan nya capek, keseimbangan badan pun juga menurun, maduku dinda dibentak oleh suami, karena menjatuhkan gelas kenang-kenangan dari sahabatnya, kata-kata kurang baik juga keluar dari mulut suami.
Dinda maduku langsung duduk bersimpuh dengan buliran-buliran air mata, kemudian maduku minta maaf lalu pergi mengajar ke majlis.
Malam itu udara begitu dingin, dan di malam itu juga terakhir kalinya aku menatap wajah maduku yang sendu.
Maduku dinda datang kerumah sambil membawa seplastik bungkusan lemmet, enak sekali.
Wajahnya seperti bercahaya, lain dari hari-hari biasa, malam itu maduku dinda juga terlihat cantik, meski tanpa make up.
Dengan kata-kata yang selalu terdengar santun dia bertanya." Yunda, apakah aku pernah membuat hati yunda sedih?" tersentak kaget aku dengan pertanyaan dinda maduku itu, lalu dia terus melanjutkan kata-katanya. "Wanita yang tercipta sebagai pelengkap dan pelipur lara bagi seorang laki-laki, entah selama aku jadi istri Abi, apakah aku sudah melayani dia dengan sebaik dari pelayanan yang paling baik, aku tidak pernah tahu, karena Abi tidak pernah menegurku belakangan ini, yunda, sampaikan maafku kepada Abi jika nanti beliau pulang, dan aku juga minta maaf kepada yunda jika ada salah kata dan tingkah laku yang tidak berkenan di hati yunda, sampaikan maafku kepada dek Lirna juga, sekarang aku pulang dulu yunda terimakasih banyak atas semuanya, assalamu'alaikum...,"
Esok hari nya hingga matahari di ujung kepala, dinda maduku tak kunjung ke rumahku, biasa nya pagi-pagi sekali dia datang kerumah membantu aku melayani anak-anak dan bersih-bersih rumah.
Aku menyuruh suami untuk datang kerumah maduku dinda, dan ketika suami telah disana, suami mendapati maduku dinda dalam sujud berbalut mukena telah meninggal dunia. Suami pingsan tak sadarkan diri terlebih setelah menemukan buku diari milik dinda, maduku....
Bismillah.....
Inilah aku dan kehidupanku, aku tahu dunia hanya singgahan sementara dan alam yang kekal abadi tengah menunggu, inilah aku dan kehidupanku,setiap taqdir yang tergores tidak luput dari hikmah didalamnya,
Aku perempuan lemah dengan segala kekurangan mengharap suatu keberkahan yang bisa membuat rumah tangga kami dalam limpahan rahmat MU ya Rabb. Mungkin aku masih belum pantas dikarunia seorang anak, ini taqdir yang mesti aku jalani, walau terkadang hati menangis, merintih mendamba seorang anak yang bisa menjadi kebanggaan orang tua.
Inilah aku dan kehidupanku, aku perempuan lemah yang setiap yang ada di diri dan jiwaku adalah atas kendali MU, lalu apakah aku salah jika Aku tidak bisa menumbuhkan janin dalam rahimku?
Aku tidak punya kekuatan untuk melakukan itu, aku tidak punya apa-apa, aku bukan apa-apa dan aku perempuan yang papa, tanpa rahmat MU ya Rabb, tidak mungkin aku bisa bertahan sampai detik ini, betapa aku sangat bersyukur setiap kebahgian yang datang dalam keluarga kami, ENGKAU obati rasa rindu memiliki anak dengan hadirnya bayi-bayi mungil dari rahim maduku.
Sungguh ENGKAU maha tahu, Engkau tidak memberi apa yang kami minta, namun ENGKAU memberi apa yang kami butuhkan, Rabb ampuni aku saudari-saudari ku terlebih suamiku yang aku cintai, dia tidak bermaksud begitu, dia tidak sengaja tidak memperdulikan aku,
Engkau MAHA tahu ya Rabb.
Setelah ini aku berharap semoga suamiku labih baik lagi terhadap saudari-saudariku. Pasti suamiku sangat bahagia memiliki madu-madu seperti mereka yang mampu memberikan apa yang dia minta, sekali lagi inilah taqdir MU ya Rabb, aku lebih bahagia disisi MU bertemu kekasi-kekasih MU, semoga suami ku Ridha dengan kepergian ku, Aamiin Ya Rabb.....
Dinda..
Saat itu ketika maduku dek Lirna melahirkan disusul kemudian aku juga melahirkan, wahhh dinda maduku sangat sibuk sekali mondar-mandir kesana -kemari, memenuhi setiap kebutuhan kami, juga membersihkan apa-apa yang kotor di rumah kami, betapa capeknya aku membayangkan, belum lagi dia juga harus mengajar.
Saat badan nya capek, keseimbangan badan pun juga menurun, maduku dinda dibentak oleh suami, karena menjatuhkan gelas kenang-kenangan dari sahabatnya, kata-kata kurang baik juga keluar dari mulut suami.
Dinda maduku langsung duduk bersimpuh dengan buliran-buliran air mata, kemudian maduku minta maaf lalu pergi mengajar ke majlis.
Malam itu udara begitu dingin, dan di malam itu juga terakhir kalinya aku menatap wajah maduku yang sendu.
Maduku dinda datang kerumah sambil membawa seplastik bungkusan lemmet, enak sekali.
Wajahnya seperti bercahaya, lain dari hari-hari biasa, malam itu maduku dinda juga terlihat cantik, meski tanpa make up.
Dengan kata-kata yang selalu terdengar santun dia bertanya." Yunda, apakah aku pernah membuat hati yunda sedih?" tersentak kaget aku dengan pertanyaan dinda maduku itu, lalu dia terus melanjutkan kata-katanya. "Wanita yang tercipta sebagai pelengkap dan pelipur lara bagi seorang laki-laki, entah selama aku jadi istri Abi, apakah aku sudah melayani dia dengan sebaik dari pelayanan yang paling baik, aku tidak pernah tahu, karena Abi tidak pernah menegurku belakangan ini, yunda, sampaikan maafku kepada Abi jika nanti beliau pulang, dan aku juga minta maaf kepada yunda jika ada salah kata dan tingkah laku yang tidak berkenan di hati yunda, sampaikan maafku kepada dek Lirna juga, sekarang aku pulang dulu yunda terimakasih banyak atas semuanya, assalamu'alaikum...,"
Esok hari nya hingga matahari di ujung kepala, dinda maduku tak kunjung ke rumahku, biasa nya pagi-pagi sekali dia datang kerumah membantu aku melayani anak-anak dan bersih-bersih rumah.
Aku menyuruh suami untuk datang kerumah maduku dinda, dan ketika suami telah disana, suami mendapati maduku dinda dalam sujud berbalut mukena telah meninggal dunia. Suami pingsan tak sadarkan diri terlebih setelah menemukan buku diari milik dinda, maduku....
Bismillah.....
Inilah aku dan kehidupanku, aku tahu dunia hanya singgahan sementara dan alam yang kekal abadi tengah menunggu, inilah aku dan kehidupanku,setiap taqdir yang tergores tidak luput dari hikmah didalamnya,
Aku perempuan lemah dengan segala kekurangan mengharap suatu keberkahan yang bisa membuat rumah tangga kami dalam limpahan rahmat MU ya Rabb. Mungkin aku masih belum pantas dikarunia seorang anak, ini taqdir yang mesti aku jalani, walau terkadang hati menangis, merintih mendamba seorang anak yang bisa menjadi kebanggaan orang tua.
Inilah aku dan kehidupanku, aku perempuan lemah yang setiap yang ada di diri dan jiwaku adalah atas kendali MU, lalu apakah aku salah jika Aku tidak bisa menumbuhkan janin dalam rahimku?
Aku tidak punya kekuatan untuk melakukan itu, aku tidak punya apa-apa, aku bukan apa-apa dan aku perempuan yang papa, tanpa rahmat MU ya Rabb, tidak mungkin aku bisa bertahan sampai detik ini, betapa aku sangat bersyukur setiap kebahgian yang datang dalam keluarga kami, ENGKAU obati rasa rindu memiliki anak dengan hadirnya bayi-bayi mungil dari rahim maduku.
Sungguh ENGKAU maha tahu, Engkau tidak memberi apa yang kami minta, namun ENGKAU memberi apa yang kami butuhkan, Rabb ampuni aku saudari-saudari ku terlebih suamiku yang aku cintai, dia tidak bermaksud begitu, dia tidak sengaja tidak memperdulikan aku,
Engkau MAHA tahu ya Rabb.
Setelah ini aku berharap semoga suamiku labih baik lagi terhadap saudari-saudariku. Pasti suamiku sangat bahagia memiliki madu-madu seperti mereka yang mampu memberikan apa yang dia minta, sekali lagi inilah taqdir MU ya Rabb, aku lebih bahagia disisi MU bertemu kekasi-kekasih MU, semoga suami ku Ridha dengan kepergian ku, Aamiin Ya Rabb.....
Dinda..
Masih banyak lagi tulisan-tulisan dalam diari maduku namun suami tak mampu lagi membaca tiap lembar-lembar isinya. Suami, aku dan maduku dek lirnah sangat merasa bersalah telah memperlakukan maduku dinda tidak adil, sungguh rasa bersalah itu mengiringi hari-hari kami, tapi kami ridha dan Semoga Allah subhanahu wata'ala,memberi kelapangan kepada kami semua, dan mengampuni dosa-dosa kami, semoga kami bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. Amin...
0 Komentar